Jumat, 17 April 2009

Guru Swasta Tabah Sampai Akhir

Guru Swasta Tabah Sampai Akhir
Oleh Rumongso
SOLOPOS 14 JULI 2009

Jika diibaratkan salah satu organ tubuh,keberadaan guru swasta ibarat lidah.Ia ada di mulut kita,tetapi tidak pernah kita rasakan.Baru terasa bahwa kita memiliki lidah setelah terkena sakit sariawan.Obatnya juga sangat sederhana dan murah yaitu tablet hisap vitamin C yang dijual bebas di warung-warung.Dan mengobati sakit sariawan bukanlah prioritas utama dari sebuah penyakit.Padahal kita tahu bahwa sakit sariawan menjadikan badan meriang karena mulut tidak enak dipakai makan.Keberadaan guru-guru swasta memberika manfaat langsung dan mendukung program negara,tetapi tidak diakui.Mereka ada tetapi pemerintah tidak melihatnya.karena kaca mata yang digunakan berbeda.
Peran dan tanggung jawab guru swasta sama vitalnya dengan peran dan tangung jawab guru negeri (PNS) dalam mensukseskan kemajuan pendidikan sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945.Tidak ada yang beda antara guru swasta dan PNS.Mereka diberi target yang sama.Tetapi ibarat serdadu yang akan berperang,amunisi yang diberikan berbeda.Guru PNS diberi senapan,sementara guru swasta diberi ketapel.
Guru berstatus negeri sangat diperhatikan nasibnya,tetapi guru swasta diabaikan oleh negara.Wujud dari pengabaian itu adalah tidak adanya perhatian dari pemerintah berupa tunjangan perbaikan penghasilan yang memadai kepada guru-guru swasta yang umumnya menerima upah yang jauh di bawah upah minimum untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum dari pemerintah.
Bagi sekolah/lembaga pendidikan yang mampu memang pendapatan guru sudah memadai.Tetapi sangat jarang karena pada umumnya sekolah swasta di Indonesia termasuk dalam kategori tidak mampu.Yang dikelola dengan manajemen sederhana.
Di kota Surakarta masih ada guru swasta yang memperoleh gaji Rp 150.000,00/bulan.Dapat dibayangkan bagaimana standard kehidupan yang dijalani oleh keluarga guru tersebut dengan gaji sebesar itu.Pada tahun Pelajaran 2006/2007 guru swasta memperoleh insentif dari pemerintah pusat sebesar Rp 200.000,00/bulan yang diberikan secara rapel setiap 6 bulan.
Tetapi masih banyak guru yang belum memperoleh insentif tersebut karena fihak Dinas Pendidikan yang memverifikasi data guru ternyata administrasinya amburadul.
Sikap abai berikut yang datangnya dari pemerintah adalah masih sangat minimnya guru swasta memperoleh akses untuk memperoleh sertifikasi guru sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Guru dan Dosen.Pesentase antara guru PNS dengan guru Swasta 95:5.Padahal Undang-Undang Guru dan Dosen merupakan satu-satunya pintu masuk untuk memperbaiki kualitas mengajar guru dan kualitas kehidupan guru.
Guru-guru swasta juga jarang sekali mengikuti forum-forum ilmiah/penataran yang dapat menunjang profesionalisme dalam mengajar.Hal ini dapat dilihat dari data LPMP Jawa Tengah di Srondol yang dalam setiap kegiatan pelatihan peningkatan mutu tenaga kependidikan jumlah peserta dengan latar belakang guru swasta sangatlah minim.Padahal ditengah perubahan ilmu pengetahuan yang sangat gencar,maka tuntutan kearah peningkatan mutu pendidik melalui pendidikan dan latihan menjadi hal yang sangat penting.
Jika kita toleh ke belakang,perolehan medali emas,perak dan perunggu dari ajang Olimpiade Fisika,Biologi dan Matematika Internasional yang diikuti oleh siswa siswi dari Indonesia yang umumnya berasal dari sekolah-sekolah swasta (Tempointeraktif, 9 September 2007).Dominasi itu membuktikan bahwa ada perbedaan etos mengajar yang berujung pada pencapaian prestasi anak dan sekolah.Hal ini bisa dimaklumi karena sekolah swasta akan terpinggirkan dan ditinggalkan oleh masyarakat apabila tidak mampu memperoleh prestasi akademik yang memadai.Perolehan prestasi yang tinggi akan berimbas pada tingginya minat masyarakat untuk masuk menyekolahkan anaknya di sekolah itu.Konsekwensinya adalah para guru swasta berlomba-lomba menjadikan prestasi sekolah sebagai target utama.
Etos yang demikian tampaknya tidak dimiliki oleh guru-guru dari sekolah negeri.Ada anekdot dari guru PNS,meskipun tahu bahwa besok sekolah akan tutup,seorang guru PNS tetap mau jika ia dimutasi ke sekolah tersebut.
Anekdot itu bermakna bukan karena loyalitas dan dedikasi,tetapi karena periuk nasinya tetap mengepul meskipun tempat kerjanya tutup.Tidak ada dampak langsung dari hubungan sebab akibat.
Bagaimana agar guru swasta tidak termajinalisasi?.Lewat pintu manakah pemerintah mengangkat harkat guru-guru swasta?.Jawabanya sangat sederhana,yaitu menghilangkan sikap ambievalen.
Ambievalensi pemerintah inilah yang menjadikan sebab guru swasta terpinggirkan ditengah karya besar dalam mensukseskan pendidikan nasional.Ambievalensi itu berujung pada sikap diskriminatif terhadap keberadaan guru.PP 46 tahun 2005 yang hanya memberikan ruang bagi guru bantu yang dibiayai oleh anggaran APBN/APBD yang memperoleh akses kuota penerimaan calon PNS semestinya dicabut oleh Menpan.Peraturan Pemerintah tersebut menjadi ganjalan paling nyata bagi guru-guru swasta yang tidak dibiayai dari APBN/APBD.
Karena PP tersebut praktis memuluskan Guru Bantu untuk memperoleh kesempatan pertama menjadi guru PNS.Sementara guru-guru swasta yang digaji leh yayasan hanya menjadi penonton di luar lapangan.Pilihan yang lain juga ada,semisalnya dengan mengangkat guru-guru swasta menjadi pegawai negeri.Tapi pasti akan timbul pertanyaan,dari mana anggarannya?.Yang bertanya pastilah mereka yang hipokrit dan tidak memahami.Kuncinya:Taati UUD 1945 yang dengan jelas memberikan alokasi 20% APBN untuk sektor pendidikan!.Apalagi dengan keputusan Mahkamah Konstitusi yang memasukkan gaji guru ke dalam alokasi anggaran pendidikan yang 20% tersebut.
Menungggu sikap pemerintah agar menjadi peka terhadap nasib guru swasta juga bukan pilihan mudah di tengah situasi dan tingginya biaya hidup sekarang. Keberpihakan terhadap nasib mereka sangat diperlukan.Keberpihakan yang dimaksud adalah segenap komponen yang peduli terhadap pendidikan dan nasib guru berani mendorong pemerintah agar lebih bisa menghargai harkat dan profesi keguruan.
Ketika ada edaran dari Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan tentang program impassing guru,ada sikap harap-harap cemas dari guru swasta.Apakah impassing guru akan membawa dampak positif bagi peningkatan kesejahteraan guru menjadi benar adanya?.Perlu waktu yang lama dan menuntut kesabaran yang tinggi untuk menunggu hasilnya.Karena data guru yang sudah impassing dan memperoleh NUPTK juga tumpang tindih.Meskipun dasar hukumnya sangat kuat yaitu Undang-Undang Guru dan Dosen.Permasalahan terbesar departemen ini adalah terletak pada eksekusi akhir yang sangat lamban dan lemah serta sarat dengan praktek KKN.Departemen Depdiknas menurut Buya Syafi’i Ma’arif termasuk dalam 3 departeman yang berhubungan langsung dengan nasib bangsa tetapi dikelola dengan semangat KKN, yaitu Departemen Kesehatan dan Departeman Agama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar