Jumat, 17 April 2009

Guru baru itu bernama televisi

Guru baru itu bernama televisi
Oleh Rumongso
Kalangan pendidik paling merasakan perubahan perilaku anak sebagai akibat siaran televisi yang menyasar ke segala sendi kehidupan anak.Kehadiran media televisi di satu sisi memberikan harapan bagi pendidikan/edukasi dan pencerahan/enlighment masyarakat, namun di sisi lain menghadirkan rasa was-was.Dahulu masyarakat mengharapkan televisi sebagai alternatif hiburan.Dan ia adalah simbol modernisasi.Dengan membawa fungsi pendidikan dan pencerahan media televisi akan membawa perubahan pola fikir,sikap dan kedewasaan.
Di lembaga pendidikan dalam berbagai tingkatan terasa sekali adanya pergeseran perilaku anak yang mencontek apa yang mereka lihat dan dengar dari televisi.Anak pada fase imitasi dengan cepat meniru tanpa ada satupun hal yang lewat.Artinya materi siaran televisi yang tanpa sensor ditelan bulat-bulat mereka.Konsumsi siaran tanpa terkendali menjadikan televisi menjadi biang keresahan pendidik.
Televisi menjadikan anak jarang bersosialisasi.Hal inilah yang membuat mereka kehilangan kreatifitas,sikap sosial yang empati,kegembiraan,dan kepolosan khas anak-anak.Televisi menjadi sahabat dan teman bermain.Semenjak bangun pagi hingga menjelang tidur praktis televisi yang menemani.
Penulis kaget mendengar anak SD berbicara tentang istilah “belah duren”,mengacu pada judul lagu yang dinyanyikan artis berpenampilan seronok,Julia Perez.Kosa kata”belah duren”adalah anekdotal orang dewasa.Ketika ditanya apa arti belah duren,ia menjawab sebagai kegiatan pengantin baru untuk membuahi pasangannya.Alamak!.
Pada kesempatan lain,seorang murid dengan lancar bercerita tentang gossip artis yang sedang kawin cerai,si A berpacaran dengan si D,si B sedang berselingkuh dengan artis C dan seterusnya.Belum lagi anak-anak sangat hafal dengan lagu-lagu milik anak band di luar kepala.
Apakah ada yang salah dengan anak kita?.Tidak.Mereka mempelajari apa saja yang ada di hadapannya, mencerna yang terhidang di depan mata.Jadi siapa yang salah?.Kita orang dewasalah pelakunya.Lupa memberikan benteng berupa proteksi kepada mereka atas beberapa tontonan yang tak layak/parental control.Orang tua bisa berperan melindungi anak.
Televisi menjelma menjadi guru yang memberikan pendidikan,membantu membentuk emosi mereka.Ia mengajarkan apa saja.Menjadi penyampai pesan/massanger..Contohnya,pelaku mutilasi di Kutabumi Tangerang,melakukan tindakan setelah melihat tayangan berita kriminal di TV. Contoh lain saat tayangan gulat di salah satu stasiun televisi yang berakibat banyak anak TK/SD meniru dan mempraktekan adegan dengan teman.
Televisi adalah produk post modern yang memiliki sifat banal.Banalitas televisi itu,menurut Bouldriard karena sifat media itu yang jauh dari santun dan menyasar hingga relung-relung kehidupan tanpa ada kekuatan yang mampu menghadang.Gambar-gambar yang hadir menambah daya gedor tayangan.
Televisi bukan anak haram peradaban.Kita alpa membuat penyaring mana yang layak untuk ditonton oleh anak dan mana yang tidak.Ketika banalitas itu telah melahirkan akibat negatif,kita baru bergegas mencari sekoci penyelamatan.Sangat khas dengan alur berfikir orang Indonesia.
Dalam artikel Mulyanto Utomo,lewat tokoh alter ego bernama Mas Wartonegoro membahas tentang perlunya aliansi rakyat anti sinetron.(Solopos,16/2/2009).Sebenarnya tidak hanya aliansi rakyat anti sinetron.Harus ada aliansi rakyat anti tayangan infotaiment,aliansi rakyat anti lawakan slaptick,dan aliansi rakyat anti tayangan berita kriminal.
Banyak materi siaran selain sinetron,misalnya gossip artis dan variety show yang menghina nalar dan menumpulkan akal sehat.Perlawanan rakyat dengan sikap anti terhadap tayangan televisi yang tidak bermutu adalah sikap paling moderat.Kita kalah jika melawan dengan membentuk siaran tandingan (counter culture) sebab di belakang stasiun televisi ada kekuatan pemodal yang luar biasa.Lembaga resmi negara,Komisi Penyiaran Indonesia,tidak mampu bergerak menghadapi pemodal dan hanya mengeluarkan keputusan yang menjadi macan kertas.
Hal yang paling banyak disoroti selama ini memang sebatas sinetron.Wajah sinetron bukan wajah kita.Ia adalah wajah dari dunia lain yang asing dengan dunia kita.Kita tidak bisa bercermin kepada sinetron.Karena jika kita bercermin maka yang hadir bukan wajah kita.Tapi wajah dunia antah berantah.Mereka hadir menjual mimpi.Menyimpulkan sinetron sebagai sebuah realitas kehidupan maka akan membuat pemirsa tersesat. Sinetron anak,justru jauh dari penggambaran karakter anak yang sesungguhnya.Sinetron religi menampilkan klenik.Tayangan sinetron selalu meniru tanpa ada hal baru.Serba latah.
Demikian juga dengan sajian yang lain acara lawak.Tak akan lahir lagi acara lawak yang cerdas jauh dari slaptick.Padahal kita menginginkan acara itu sebagai katarsis kehidupan.Yang mampu membuat tersenyum menertawakan diri karena ada parodi kehidupan.Bukan lawak yang menghina diri dan kehidupan.Lawak model ini sangat jauh dari sikap cerdas yang harus lahir dari seorang pelawak.
Stasiun televisi sendiri terjebak dengan aturan yang dibuat oleh pemerintah (dahulu diwakili oleh Departemen Penerangan).Keharusan untuk menayangkan meteri siaran lokal yang lebih banyak dari pada materi untuk siaran impor membuat pihak pengelola tergagap.Daya dukung industri yang belum siap membuat praktisi televisi membuat acara asal-asalan agar kuota siaran terpenuhi.
Pada awal hadirnya televisi (swasta) banyak acara (impor) dengan nilai pendidikan.Mini seri Mc Gyver,The A Team,Quontum Leap,Tour of Duty,Mission Immposible meski unsur dominan hiburan,tetap menampilkan kecerdasan dan merangsang pemirsa untuk tahu.Hanya karena memenuhi anjuran, mereka menangalkan tayangan itu dan menayangkan acara yang tidak bermutu.Yang ada sekarang sinetron tanpa konsep,amatir dan kejar tayang.
Salahkah stasiun televisi?.Tidak.Pengelola ibarat pemilik toko swalayan yang menyediakan barang dagangan.Konsumen tinggal memilih apa saja yang hendak dibeli.Stasiun tidak pernah memaksa pemirsa untuk melihat acaranya.Eksekusi akhir tetap ditangan konsumen.Dari sinilah sebenarnya awal bagi pemirsa televisi untuk memberi hukuman kepada stasiun televisi.
Kita perlunya bersikap cerdas dan kritis dalam mengkonsumsi dan memilih materi.Banyak dari kita yang berapologi dengan menimpakan kesalahan kepada pengelola stasiun televisi.
Hindari sikap ekstrim
Banyak kalangan mengkampanyekan boikot televisi.Tidak perlu sampai bersikap ekstrim.Dari pengamatan masih ada 10%-20% acara bermutu dan bermanfaat.Ada juga sinetron yang bagus dan layak tonton yang dikerjakan dengan penuh idealisme.Hal yang bisa kita lakukan untuk melindungi anak kita dari pengaruh buruk siaran televisi adalah dengan mencari saluran televisi yang cocok untuk usia anak dan mencerdaskan.Meski tidak banyak stasiun yeng memberikan tontonan cerdas.Di antara yang tidak banyak itulah kita bisa dengan leluasa memilih acara bermutu di tengah kepungan acara yang tidak bermutu.
Memindahkan saluran televisi untuk melindungi anak lebih baik dari pada mematikan televisi.Karena bagaimanapun anak tetap memerlukan sarana hiburan.Kontrol orang tua sangat diperlukan.Mendampingi dan menjelaskan kepada anak tentang sebuah tontonan adalah pekerjaan langka dalam kultur pengasuhan anak kita.Yang banyak dari kita adalah langsung menyalahkan.
Banyak orang tua mengabaikan keberadaan anak dengan menyaksikan sinetron saat jam belajar anak.Ketika orang tua terpaku di depan televisi,maka anak juga akan mengikuti.Orang tua nyinyir menyalahkan anak.Favorit orang tua terhadap siaran televisi hanya seputar sinetron,gossip artis,berita kriminal dan lawakan menjemukan.Anakpun akan idem ditto.
Kampanye kepada orang tua bisa dimulai dari penyadaran akan pentingnya melindungi anak dari tayangan tidak bermutu dan tidak mendidik.Membangun kesadaran itulah inti dari gerakan rakyat anti sinetron.Tanpa kesadaran tidak mungkin gerakan anti hal-hal buruk di televisi akan membawa hasil..Melarang anak jauh dari televisi sementara membiarkan orang tua menyantap hidangan di televisi adalah tidak bijak.
Seorang pendidik menghadapi dilema.Di sekolah anak dilarang agar tidak melihat tayangan yang tidak mendidik.Sementara di rumah orang tua tidak seia sekata dengan guru.Sinergi menjadi hal mutlak jika kita tidak ingin kehilangan generasi yang cerdas,polos,kreatif,dan selalu gembira.Ganti saluran, cari siaran yang bermutu demi melindungi anak kita.Tak usah mematikan televisi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar